tok-tok-tok!
“Jazzy! ayo cepat! aku sudah tak tahan lagi!” Hoppy menggedor pintu toilet di kamarnya. Dengan terburu-buru aku keluar dari toiletnya. Sebenarnya, dirumahku setiap kamar memiliki sebuah toilet. Tetapi, toilet di kamarku sedang diperbaiki, dan toilet di kamar Hoppy jauh lebih luas dan nyaman dibandingkan dengan toilet di kamarku. Namun begitu, tak apalah, toh toilet di kamarku sedang diperbaiki. Dan dengan demikian, boleh tidak boleh—karena aku tak bisa mengatakan mau tak mau, karena aku memang mau—aku harus menggunakan toilet milik Hoppy, karena tidak mungkin aku memakai toilet milik mama. Tentu saja dengan syarat aku harus meminta izin terlebih dahulu. Syarat yang mudah meman, tetapi akan menjadi sulit apabila Hoppy sedang tidak ada di rumah, sedang les biola misalnya. Padahal Hoppy selalu tahu—entah bagaimana caranya aku tidak tahu—apakah ada orang yang memasuki kamarnya atau tidak. Apalagi kalu menggunakan fasilitas kamarnya, seperti kasur, toilet, biola, dan lain-lain.
Aku keluar dari toilet Hoppy, yang disambut dengan gerutuannya seraya masuk ke toilet.
“haha.. maaf.. maaf..” aku nyengir yang tentu saja, tak dihiraukan oleh Hoppy yang langsung membanting pintu toilet.
Kalau kalian tak tahu siapakah Hoppy, ia adalah kakakku. Nama lengakapnya adalh Hoppy Vannie La Mata. Nama yang aneh, ya? Nama Hoppy, seperti namaku—Jazzy—diambil dari aliran musik, Hiphop,karena mama suka sekali aliran musik ini saat Hoppy lahir. Sekarang umurnya baru limabelas tahun, tetapi ia sudah kelas 12 di Beverly West High School, sekolah yang isinya anak-anak yang amat sangat pintar. Tentu saja ia selalu ingin menjadi yang terbaik. Dan itu membuatnya sangat menyebalkan, dan culun—asal kau tahu, Hoppy adalah salah satu orang terculun di sekolah.
Tiba-tiba kuteringat akan tugas yang diberikan oleh Profesor Howard. Ia adalah guru bahasa Inggrisku. Ia menugaskan kepada kami menulis karangan yang bertemakan keluarga.
Apa yang harus kutulis ya?
Tak mau melalaikan tugasku, aku segera meninggalkan kamar Hoppy dan menuju ke kamarku. Tetapi, beberapa langkah setelah aku keluar dari kamar Hoppy, perutku terasa sakit sekali. Dan terpaksa, aku kembali menuju kamarnya.
Ah, ternyata Hoppy belum keluar dari toilet. Sambil menunggunya untuk keluar dari toilet, aku menduduki kasurnya, yang sebenarnya juga tidak boleh kulakukan. Kulihat sebuah buku berwarna biru langit yang lumayan tebal terselip dibawah bantal. Rasa penasaranku yang suka membaca ini pun mulai bangkit.
Sepertinya itu novel yang bagus, jahat sekali Hoppy menyembunyikannya dariku.
Merasa bahwa Hoppy masih lama, aku mengambil buku tersebut. Oh, ternyata itu buku diarynya.
Getaran hebat terasa di tanganku, Dorongan yang kuat untuk membaca diary Hoppy. Tetapi aku tahu itu tak boleh dilakukan. Itu melanggar hak privasi. Apalagi melanggar privasi seorang Hoppy la Mata, merupakan sebuah kejahatan tingkat tinggi, mengetahui bahwa Hoppy adalah orang yang introvert dan sangat melindungi privasi pribadi.
Buka sajalah, toh ia juga sering membuatmu kesal kan?
Jangan dibuka! apakah kau mau apabila diarymu dibaca oleh Hoppy juga?
Buka saja! toh dia sering mengganggu privasimu!
Ayo buka!
Jangan!
Ayo buka!
Buka!
Akhirnya aku mulai membuka halaman pertama diary Hoppy.
it’s Hoppy Vannie La Mata’s privacy
if you open it, all of my sins for you.
Membaca tulisan itu membuatku berniat menutup buku itu kembali. Kalau saja bagian buruk hatiku tidak kembali berkata.
ayolah, buka saja. kapan lagi kau bisa membaca diary kakakmu, Hoppy Vannie La Mata?
Dan akhirnya aku membaca diarynya.
***
kamis, 13 maret
Tadi pagi mama menyuruhku untuk kembali membawa bekal makan siang . Tentu saja aku menolaknya, aku kan sudah kelas duabelas—yah, walaupun umurku baru limabelas tahun, masak masih harus membawa bekal makan siang ke sekolah? Sebenarnya tak apa apabila itu adalah salad, tetapi ini Burger ukuran amat besar! Lagipula, aku kan pulang sekolah pukul dua siang. bukan pukul lima sore seperti waktu aku masih sekolah di PS 128. Tapi mama mengancam tidak akan memberiku uang saku selama satu minggu. Ancaman anak kecil, memang. Tapi memang dilakukan dengan tepat oleh mama. Ya sudah, oleh karena itu, aku terpaksa membawanya.
Pada jam istirahat, mau tidak mau aku harus memakan bekal makan siang itu—karena mama juga mengancam apabila aku tidak menghabiskan bekal makan siang itu, aku tidak akan dibayarkan apabila aku pergi ke salon. Uh!—pertama-tama Sally melihatku dan tersenyum menghina. Kemuian, James—musuh bebuyutanku sejak dua bulan yang lalu, saat aku baru pindah ke sekolah ini—meneriakkan dengan sangat keras bahwa aku membawa bekal makan siang ke sekolah. Tak lama kemudian, seisi kelas mentertawaiku. Oh, tuhan, aku malu sekali. Karena salah satu dari orang yang paling keras mentertawaiku adalah Tommy—orang yang kusukai—oh my dear, rasanya pingin mati saja deh.
Aku tahu apa yang dia rasakan. Karena aku juga begitu. dan untuk pertama kalinya, aku merasa kasihan pada Hoppy.
Malu banget! Mama tuh keterlaluan banget ya ! Pas pulang, aku cerita tentang yang aku alami di sekolah sama Mama ! kata Mama malah ‘ Itu salah kamu, salah sendiri mau di tertawakan oleh teman-temanmu’
AAAARRRGGGHHHH!!!
Selasa, 18 maret
Setelah kejadian itu, aku tidak mau bersekolah hingga kemarin. Aku masih malu. Aku berpura-pura sakit, dan untunglah sepertinya Mama percaya.
Saat pulang, aku mampir terlebih dahulu ke Piazza Aretta—kafe yang terkenal karena menjual NoRetta Sieg, minuman perpaduan antara anggur dan limun, dan Soft-in-Cream, es krim lembut yang membuatmu merasa senang saat menjilatnya—bersama Patricia dan Diana—mereka berdua sahabatku—untuk membeli NoRetta Sieg dan mencuci mata. Kami tidak berlama-lama di kafe itu, paling lama hanya satu jam.
Saat aku kembali ke rumah, Mama telah menungguku di depan pintu rumah sambil berkacak pinggang.
‘Dari mana saja kau?’ tanyanya dalam dan tajam.
‘Emm... tadi aku ke Piazza Aretta bersama Pat dan Di, ma’ aku menunduk dalam, sebisa mungkin menghindar dari tatapan tajam mama.
‘Kenapa kamu tidak bilang mama terlebih dahulu ?! Apakah kamu tahu ada benda yang bernama ponsel ?!’
‘Ah, aku lupa, ma’ Mama melotot. Dari sudut mata aku melihat Jazzy mengintipku sambil tertawa-tawa. Uh ! Menyebalkan !
Ah, aku jadi merasa bersalah pada Hoppy.
‘Ok,kali ini mama maafkan, cepat masuk kamar. tetapi, sebagai konsekuensinya, kamu tidak mama beri uang jajan selama dua minggu’ syukurlah. Mama tidak marah besar, walaupun uang jajanku tidak diberikan selama. . .
Cklek..
Oh my god! Hoppy sudah keluar dari toilet. Dan sekarang ia sedang memndangku dengan pandangan tajam.
“sedang apa kamu membaca-baca diary-ku?!” suaranya penuh tekanan pada kata diary-ku.
aku cuma bisa nyengir lebar, memasang tampang tak berdosa. “hehehe, maaf ya, Hop, aku...”
Kata-kataku dipotong olehnya “keluaar!” katanya dengan tampang sangar, tetapi aku masih bisa menangkap kilatang jenaka dari matanya, dan akupun tahu bahwa ia hanya berpura-pura marah.
akupun tersenyum singkat dan sambil terburu-buru keluar berkata “thanks, Hop, kamu nggak marah sama aku.” Hoppy tersenyum singkat.
***
Ternyata Hoppy nggak seburuk yang aku anggap selama ini. Dia baik, dan sabar banget. Dia nggak marah walaupun aku telah membaca sebagian dari isi diarynya. Uh, ternyata dia kakak yang baik banget. Aku jadi ingat waktu aku kecil, dia sering sekali memberiku es krim dan hadih-hadiah kecil lainnya. sampai sekarang juga masih, walaupun aku melupakan kebaikan-kebaikan itu.
Lalu Mama, kalau dipikir-pikir, dia juga tidak jahat, apa yang membuat kami—aku dan Hoppy—dimarahi, sebenarnya memang demi kebaikan kami juga. Lagipula itu salah kami berdua pula.
Huff... aku menghela nafas perlahan. Tiba-tiba aku teringat akan tugas mengarang yang diberikan oleh Profesor Howard yang bertemakan keluarga itu. Dan aku mendapatkan ide yang baru saja muncul.
mengapa aku tidak menulis tentang keluargaku saja?
Dengan cepat aku beranjak dari kasur ke komputerku. Dan mulai mengetik kisah ini. Dimulai saat aku berada didalam toilet Hoppy.
***
Dua hari kemudian...
’’Eh, Jazz, aku mau pinjam komputermu ya ? “ aku mengangguk. Hoppy pun langsung melesat menuju kamarku.
Beberapa menit kemudian.
“Jazzy!! karangan macam apa ini?!” dan aku pun tertawa perlahan.
***
Postingan
